MAKALAH
LUBIPROSTON
DOSEN PENGAMPU:
Niken Dyah Ariesti, S. Farm, Apt.,
M.Si
Disusun Oleh:
Rahmadaningsih Putri Ayuningrum
NIM: 050112a072
STIKES NGUDI WALUYO UNGARAN
2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga berhasil menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “PENEMUAN OBAT BARU LUBIPROSTON”.
Makalah ini
berisikan tentang informasi obat atau yang lebih khususnya membahas mekanisme
molekuler terhadap suatu obat baru. Diharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang obat Lubiproston.
Saya menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga dapat bermanfaat. Amin.
Ungaran, 26 Maret 2014
Penulis
Rahmadaningsih Putri
Ayuningrum
|
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar Isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang...................................................................................... 1
B.
Manfaat & Tujuan makalah.................................................................. 1
C.
Proses Penemuan Obat Baru................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian.............................................................................................. 4
B.
Kegunaan............................................................................................... 7
C.
Efek
Samping........................................................................................ 7
D. Kontraindikasi....................................................................................... 7
E.
Mekanisme Aksi.................................................................................... 8
F. Uji Klinis................................................................................................ 10
G.
Perhatian................................................................................................ 13
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................... 14
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
D. Latar belakang
Obat tidak dapat dipisahkan dan hidup manusia sejak jaman
nenek-moyang sampai jaman modern di masa yang akan datang. Karena obat, maka
banyak penderitaan umat manusia dapat dikurangi, dicegah, bahkan dapat
ditiadakan. Rasa nyeri pada operasi dapat dihilangkan dengan anestesi dan
analgetika. Berbagai penyakit infeksi dapat dilawan dengan antibiotika. Pasien
dengan hipertensi dapat ditolong dengan berbagai obat antihipertensi, seperti
betabloker, diuretika, antagonis kalsium dan ACE-inhibitor. Tukak lambung dan
tukak duodenum yang dahulu (sebelum 1976) dapat menimbulkan berbagai komplikasi
dan membutuhkan pengobatan lama, sekarang dengan omeprazol, amoksisilin atau
kiaritromisin dan metronidazol dapat disembuhkan dalam satu minggu. Ratusan
obat telah ditemukan dan memperkaya formularium dan pilihan para dokter dalam
usaha mengurangi penderitaan orang sakit. Tetapi masih banyak penyakit yang
masih belurn dapat diberantas. Penyakit kanker, HIV, atheroskierosis pembuluh
darah jantung maupun otak sampai sekarang masih menjadi momok dunia modern,
Proses penuaan dengan segala akibatnya, seperti osteoporosis, kegagalan fungsi
berbagai organ dan penyakit Alzheimer sampai sekarang tidak ada obatnya.
Berbagai penyakit bawaan atau genetik seperti talasemia, sindrom down dan berbagai penyakit kejiwaan tidak ada obatnya.
Banyak tantangan yang masih dihadapi dunia kedokteran pada umumnya dan dunia
farmasi khususnya untuk dapat mengatasi berbagai macam penyakit.
E. Manfaat & Tujuan makalah
1.
Dapat mengetahui proses penemuan
obat baru
2.
Dapat mengetahui mekanisme kerja
dari Lubiproston
F. PROSES PENEMUAN OBAT BARU
Sejak umat manusia diciptakan dan mulai mengembangkan
kemampuan menulis maka ditemukan berbagai catatan mengenai cara-cara pengobatan
dengan tumbuh-tumbuhan, mineral dan berbagai organ binatang. Buku tertua ialah Huang Ti Nei Ching Su Wen, (The Yellow Emperor’s Medicine), yang
ditulis lebih dari 4000 tahun yang lalu. Mesir, India, dan Yunani juga telah
menggunakan berbagai tanaman untuk pengobatan dan mengembangkan berbagai teori
mengena sebab penyakit dan cara-cara untuk mengatasinya. Dunia pengobatan modern
berkembang dan berbagai teori yang telah dikemukakan oleh Hippocrates, Bapak
Dunia Kedokteran Modern, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para ahli
dari Eropa sejak abad ke-16 terus sampai sekarang. Dengan mempelajari
pengobatan tradisional telah ditemukan berbagai obat, seperti digitalis,
efedrin, kurare, kokain, morfin, fisostigmin dan lain sebagainya. Tetapi sejak
observasi Paul Ehrlich pada akhir abad ke-19 bahwa berbagai zat warna mempunyai
afinitas selektif terhadap berbagai jaringan dan usahanya melakukan skrining
berbagai zat kimia terhadap kuman sifilis dan penemuannya bahwa Salvarsan dapat
membunuh kuman sifihis, maka terjadilah revolusi dalam dunia farmasi. Paul Herlich
melalui hipotesisnya bahwa semua obat harus bergabung dengan suatu reseptor,
baru terjadi efek yang diinginkan, menyebabkan perubahan cara berpikir dunia
kedokteran. Karena jasa-jasanya inilah maka Paul Ehrlich sering disebut sebagai
Father of Pharmacotherapy. Dengan
teori Magic Bullets, maka molekul obat dapat disamakan seperti peluru, atau
lebih baik sebagai roket, yang setelah ditembakkan mencari mangsanya atau
reséptor dan menimbulkan efeknya. Dengan penemuan Salvarsan melalui sknining
berbagai zat kimia maka industri farmasi mulai mencari berbagai molekul obat
melalui cara ini. Lahirlah industri farmasi seperti Bayer, Hoechst, Sandoz, dan
sebagainya yang tadinya merupakan industri kimia. Ratusan obat telah ditemukan
melalui proses skrining yang biasanya dilakukan secara acak. Setelab ditemukan
molekul obat yang mempunyai efek farmakologi tertentu, (lead compound) maka dilakukan SAR, Structure Activity Relationship studies. Tujuannya ialah untuk
menemukan zat kimia dengan efek farmakologi tinggi dan efek toksik rendah. Cara
lain yang juga telah menghasilkan penemuan berbagai obat ialah secara kebetulan
(serendipity).
Tahapan
proses penemuan obat baru:
1. Tahap sintesis dan ekstraksi
2. Tahap skrin biologi dan farmakologi
3. Tahap tes toksikologi dan keamanan (tahap penelitian preklinik)
4. Tahap formulasi dosis dan stabilitas (tahap penelitian preklinik)
5. Tahap test klinik fase I, II, dan IH
6. Tahap evaluasi klinik fase IV
7. Tahap proses manufaktur dan kontrol
kualitas
8. Tahap pendaftaran IND dan NDA
9. Tahap penelitian bioavailabilitas
10. Lain-lain
Waktu keseluruhan mulai dan sintesis dan ekstraksi, skrin
farmako1ogi selanjutnya sampai pada fase klinik dan persetujuan pendaftaran
memakan waktu 14,8 tahun dan rata-rata 10.000 bahan kimia yang diskrin dengan
seluruh biaya 359 juta US$ pada tahun 1990.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Lubiproston
Nama
dagang : Amitiza
Nama
sistimatik (IUPAC) :7-[(1R,3R,6R,7R)-3-(1,1-difluoropentyl)-3-hydroxy
-8-oxo-2-oxabicyclo [4.3.0]non-7-yl] heptanoic acid
Struktur
kimia:
Obat pada kanal ion Cl
Lubiproston (Amitiza®) : mengaktifkan kanal ClC-2
sehingga meningkatkan sekresi cairan ke lumen usus dan mengatasi obstipasi
kronis idiopatik
Lubiproston Meringankan
Gejala Konstipasi Kronik
Food and Drug Administration (FDA) dari U.S. pada 31
Januari 2006 menyetujui lubiproston untuk mengobati konstipasi kronik pada pria
dan wanita di atas usia 18 tahun. Juga disetujui untuk pengobatan kepada wanita
yang mempunyai konstipasi dengan sindrom iritasi usus besar atau irritable bowel syndrome with constipation
(IBS-C). Lubiproston dikategorikan sebagai proston, suatu asam lemak bisiklik metabolit
dari prostaglandin E1. Lubiproston mengaktivasi kanal klorida spesifik (CLC-2)
pada saluran gastrointestinal (GI) untuk menguatkan sekresi cairan
intestinal, sehingga meningkatkan transit GI dan memperbaiki gejala konstipasi
(Lacy dan Levy, 2007).
Irritable
bowel syndrome (IBS) atau sindrom iritasi usus besar
adalah penyakit kronis, yaitu gangguan motilitas saluran pencernaan yang ditandai
dengan ketidaknyamanan perut atau rasa sakit yang terkait dengan kebiasaan
buang air besar yang berubah seperti diare atau konstipasi atau keduanya.
Terapi saat ini untuk bentuk sembelit-dominan (IBS-C) yaitu dengan obat
pencahar osmotik atau serat atau stimulan. Namun, dapat memperburuk kondisi
atau menyebabkan gangguan elektrolit (Owen, 2008).
Studi klinis yang dilakukan pada
pria dan wanita dengan konstipasi kronis menggunakan 24 µg dari lubiproston dua
kali sehari menunjukkan perbaikan objektif dalam frekuensi dan konsistensi
feses, serta gejala tegang (straining)
dan evakuasi tidak lengkap. Sebuah studi multi-center pasien dengan IBS-C
menunjukkan bahwa pemberian 8 µg lubiproston dua kali sehari memperbaiki gejala
global dan individual dari IBS. Lubiproston umumnya ditoleransi dengan baik dan
jarang terjadi efek samping yang serius. Efek samping yang paling umum
dilaporkan adalah mual, sakit kepala dan diare (Lacy dan Chey, 2008).
Lubiproston dalam beberapa
literatur dikenal juga dengan SPI-0211 atau RU-0211. Lubiproston disebut
proston, yang merupakan metabolit prostaglandin E1 (PGE1). Akan tetapi,
tidak seperti prostaglandin, proston tidak memberikan efek bila berinteraksi
dengan reseptor prostaglandin E (EP) atau F (FP), dan tidak merangsang
kontraksi otot polos (Ueno, 2005). Lubiproston memiliki selektivitas yang
tinggi pada CLC-2 pada membran apikal dari sel epitelial (membran usus).
Aktivasi CLC-2 yang berlokasi di saluran gastrointestinal meningkatkan
transport Cl di lumen dan menguatkan sekresi cairan intestinal (Camilleri dkk,
2006).
Lubiproston beraksi secara lokal
sebagai aktivator kanal ion klorida (pembuka kanal) CLC-2, dan bukan cyclic-AMP-dependent chloride channels (CFTR)
pada sel manusia. Konsentrasi klorida pada cairan intestinal ditingkatkan
dengan aktivasi CLC-2, hasilnya adalah kenaikan sekresi cairan kaya klorida dan
transfer air tanpa mengubah keseimbangan elektrolit serum (meningkatkan sekresi
cairan usus tanpa mengubah konsentrasi sodium dan potasium dalam serum).
Resultanta dari perpindahan cairan (fluid
shift) adalah stimulasi motilitas intestinal sehingga meningkatkan transit
feses dan meringankan konstipasi kronis dan constipation-predominant
IBS (IBS-C) (Crowell, 2009).
Sekresi ion klorida memiliki peran
signifikan dalam meregulasi sekresi pada usus halus dan usus besar. Sekresi
klorida menyebabkan pergerakan ion natrium dan diikuti air melewati T-junction (paraseluler) dan masuk ke
dalam lumen sebagai respon gradien osmosis (Moeser, 2006). Sebelumnya, ion
klorida akan masuk ke dalam intraseluler melalui kotransporter Na+, K+
,2Cl- (NKCC1) sehingga jumlah ion klorida intraseluler meningkat.
Aktivitas transporter ini didorong oleh rendahnya konsentrasi natrium
intraseluler yang disediakan oleh pompa Na+. Kanal K pada
basolateral berfungsi menjaga membran potensial tetap negatif. Pompa Na/KATPase
berfungsi untuk mengeluarkan ion Na+. Kanal ion pada sisi apikal
(kanal CLC) bila berikatan dengan agonis (lubiproston) akan membuka sehingga
ion klorida akan keluar dari sel epitelial menuju lumen usus. Ion Na akan
mengikuti secara paraseluler dan air akan keluar secara osmosis.
B. Kegunaan
Lubiproston digunakan untuk
konstipasi kronik pada pria dan wanita di atas usia 18 tahun, serta untuk
pengobatan kepada wanita yang mempunyai konstipasi dengan sindrom iritasi usus
besar atau irritable bowel syndrome with
constipation (IBS-C).
Pada 20 Juli 2006, Lubiproston
tidak dianjurkan untuk anak-anak. Karena menyebabkan postoperatif disfungsi
usus besar.
C. Efek Samping
Pada uji klinik, kebanyakan terjadi
mual (31%). Efek samping lainnya (≥5% pasien) termasuk diare (13%), pusing
(13%), perut keram (5%), sakit pada abdomen (5%), perut kembung (6%), radang
selaput lendir (5%), dan muntah (5%).
Efek samping dari Amitiza 24 µg 2
kali sehari yaitu mual, diare, pusing, nyeri abdominal, distensi abdominal, dan
kembung pada pasien CIC; mual dan nyeri untuk pasien yang mengalami Opioid-Induced Constipation (OIC).
Efek samping dari Amitiza 8 µg 2
kali sehari pada IBS-C yaitu mual, diare, pusing, dan nyeri abdominal.
D. Kontraindikasi
Tidak dianjurkan untuk digunakan
pada pasien dengan keadaan komplikasi hati atau ginjal. Amitiza tidak diijinkan
untuk digunakan oleh anak-anak. Efek pada kehamilan tidak diujikan pada manusia
tetapi pada babi Guinea yang menimbulkan
keguguran. Amitiza seharusnya digunakan selama sebelum kehamilan agar mendapat
efek terapi potensial dan aman bagi janin.
Kapsul Amitiza (lubiproston) 24 µg diminum dua kali sehari digunakan sebagai konstipasi idiopatik kronik untuk dewasa. Juga digunakan untuk opioid-induced constipation, pada orang dewasa yang mengalami kanker non kronik (chronic non-cancer pain). Keefektifan Amitiza tidak diberikan pada pasien yang menggunakan difenilheptana opioid (seperti methadone). Kapsul Amitiza 24 µg digunakan dua kali sehari digunakan sebagai konstipasi dengan sindrom iritasi usus besar pada wanita diatas 18 tahun.
Lubiproston memiliki kontraindikasi
pada pasien yang mengalami diare kronis, gangguan usus besar, atau diare-predominant sindrom iritasi usus besar.
E. Mekanisme Aksi
Lubiproston merupakan asam lemak
bisiklik berasal dari prostaglandin
E1
atau metabolit prostaglandin E1 (PGE1) yang bekerja secara spesifik
mengaktivasi CLC-2 yang berlokasi di sel epitelia pada saluran
gastrointestinal, meningkatkan transport Cl–di lumen dan menguatkan sekresi cairan intestinal. Sekresi
ini melunakkan stool, stimulan
motilitas intestinal, dan menaikkan perpindahan usus besar secara spontan (spontaneous bowel movements/SBM).
Gejala konstipasi seperti nyeri dan
pembengkakan biasanya terjadi dalam waktu satu minggu, dan SBM dapat terjadi
dalam waktu satu hari.
Lubiproston menyebabkan gangguan
pernafasan dan dada sesak dalam 30 sampai 60 menit setelah diberikan dosis
pertama. Reaksi ini biasanya tidak serius dan biasanya hilang setelah 3 jam. Ini
kemungkinan terjadi lagi setelah diberi dosis selanjutnya.
Alergi yang sangat serius pada obat
ini tidak mungkin terjadi, tetapi hubungi segera medical provider jika hal itu terjadi. Gejala alergi dari reaksi
ini diantaranya yaitu ruam, gatal atau bengkak (terutama pada wajah, lidah,
atau tenggorokan), pusing berat, dan gangguan pernafasan.
1. Farmakokinetik
Tidak seperti kebanyakan
produk laksativa lainnya, lubiproston tidak menunjukan adanya toleransi, ketergantungan,
atau perubahan konsentrasi elektrolit serum. Tidak memberikan efek setelah
pemakaian, tetapi sedikit demi sedikit kembali ke pre-treatment frekuensi perpindahan
usus besar seperti yang diharapkan.
Distribusi minimal
obat terjadi melebihi mempercepat gastrointestinal jaringan. Lubiproston dengan
cepat memetabolisme sebelum reduksi atau oksidasi, diantara reduktase karbonil. Tidak ada keterlibatan metabolik dari sistem hepatic sitokrom P450. Ukuran metabolit, M3, berada pada tingkatan yang sangat rendah pada plasma dan
mengandung kurang dari 10% dari total dosis aturan.
Indikasi dari
metabolisme terjadi secara lokal pada perut dan jejunum.
2. Sintesis:
F. Uji Klinis
Karena uji klinis diadakan di bawah
kondisi variasi yang beragam, efek samping pada uji klinis obat tidak dapat
dibandingkan secara langsung ke penilaian uji klinis dari obat lain dan tidak
dapat menggambarkan nilai praktik yang diamati.
Selama pengujian klinis dari Amitiza
pada CIC, OIC, and IBS-C, 1234 pasien telah diberi dengan Amitiza selama 6
bulan dan 524 pasien diberi Amitiza selama 1 tahun (tidak bergantian secara
eksklusif).
1.
Konstipasi Idiopatik
Kronik (Chronic Idiopathic Constipation/CIC)
Efek samping pada dosis
temuan, efikasi, dan jangka panjang uji klinis:
Dari
data yang diperoleh, pada Amitiza 24 µg 2 kali sehari dari 1113 pasien dengan
CIC lebih dari 3 atau 4 minggu, 6 bulan, dan 12 bulan periode treatment; dan
dari 316 pasien menerima kematian lebih dari exposure jangka panjang ( ≤ 4 minggu).
Efek
samping terjadi minimal 1% dari pasien
yang menerima Amitiza 24 µg 2 kali sehari dan terjadi lebih banyak dengan uji
obat dari kematian.
Efek
samping terbesar (timbul > 4%) pada CIC yaitu mual, diare, pusing, nyeri abdominal,
distensi abdominal, dan kembung.
Mual: sekitar
29% pasien yang menerima Amitiza 24 µg 2 kali sehari mengalami mual; 4% pasien
mual berat dan 9% pasien berhenti dari treatment seharusnya mual. jumlah kasus nausea (mual) dengan Amitiza 24 µg 2
kali sehari lebih rendah antara pasien pria (8%) dan manula (19%). Seharusnya
tidak ada pasien pada uji klinik di rumah sakit.
Diare: sekitar
12% pasien yang menerima Amitiza 24 µg 2 kali sehari mengalami diare; 2% pasien
mengalami diare kronis dan 2% pasien tidak melanjutkan treatment yang seharusnya untuk diare.
Elektrolit: tidak
ada efek samping dari ketidakseimbangan elektrolit yang dilaporkan pada uji
klinik, dan tidak ada perubahan klinis yang signifikan yang terlihat pada serum
elektrolit pasien yang menerima Amitiza.
Efek
samping lainnya: efek samping berikut (penilaian oleh investigator seperti
kemungkinan atau berkaitan dengan terapi) terjadi kurang dari 1% pasien yang
menerima Amitiza 24 µg 2 kali sehari pada uji klinis, terjadi minimal 2 pasien,
dan terjadi lebih banyak pada pasien yang menerima uji obat dari pada yang
meninggal: diare, kejang otot, defekasi darurat, jumlah perpindahan usus besar, hiperdrosis,
nyeri faringolaringeal, gangguan fungsi intestinal,
gelisah, keringat dingin, konstipasi, batuk, dysgeusia, eructation, influenza,
pembengkakan tulang sendi, myalgia, syncope, tremor,
nafsu makan menurun.
2. Keamanan
Tidak ada keamanan yang signifikan
yang teridentifikasi dengan lubiproston; bagaimanapun, itu hanya studi pada
kesehatan sebaliknya pada orang dewasa selama 24 minggu atau kurang. Telah
diuji pada pasien sehat yang lebih dari 65 tahun, dan tidak ada restriksi untuk
digunakan pada populasi ini. Lubiproston tidak dibolehkan pada pasien dengan
disfungsi ginjal atau hati. Tidak seharusnya diberikan pada pasien dengan diare
kronis. Lubiproston berpotensi menyebabkan
keguguran pada hewan uji (contohnya babi Guinea yang menerima 2-6 kali dosis
yang direkomendasikan); diklasifiksikan sebagai kategori kehamilan C.
3. Tolerabilitas
Lubiproston menyebabkan mual, diare,
dan pusing pada kebanyakan pasien. Sekitar 31% pasien yang menerima lubiproston
24 µg 2 kali sehari dilaporkan mengalami mual dibandingkan dengan 5% pasien
yang mengalami kematian.
4. Keefektifan
Produk yang dilabeli dan penelitian pada
bentuk abstrak (tidak ada publikasi penelitian) laporan bahwa terapi pasien
dengan lubiproston mengalami kenaikan
rata-rata dari tiga atau empat pergerakan usus besar secara spontan per minggu
setelah satu bulan terapi dibanding dengan kenaikan rata-rata dari 1.0-1.5
pergerakan usus besar secara spontan per minggu diantara grup kematian.
Lubiproston meningkatkan
konsistensi stool, ketegangan dan
gejala abdominal. peningkatan konstipasi kronis , edema dan ketidaknyamanan
abdominal dapat dipelihara minimal enam bulan setelah dimulai terapi. Lubiproston
telah diuji sebagian besar pada wanita berkulit putih. Tidak ada pengujian yang
membandingkan Lubiproston dengan obat lain untuk konstipasi.
G. Perhatian
Jangan
menggunakan lubiproston jika:
1.
Memiliki alergi pada
komposisi pada lubiproston
2.
Mengalami diare berat
atau gangguan perut atau usus besar
Hal yang harus
diperhatikan sebelum menggunakan lubiproston:
1. Beberapa
kondisi pengobatan dapat berinteraksi dengan lubiproston.
2. Jika
sedang hamil, rencana untuk hamil.
3. Jika
dalam pengobatan dengan atau tanpa resep, pengobatan herbal, atau diet.
4. Jika
alergi pada pengobatan, makanan, dan substansi lain.
5. Jika
mengalami diare atau gangguan perut atau usus besar.
6. Jika
mengalami gangguan hati.
BAB IV
Penutup
Kesimpulan
Lubiproston memiliki selektivitas yang tinggi pada
CLC-2 pada membran apikal dari sel epitelial (membran usus). Aktivasi CLC-2
yang berlokasi di saluran gastrointestinal meningkatkan transport Cl–di lumen
dan
Lubiproston menguatkan sekresi cairan intestinal pada
intestine.
Lubiproston digunakan sebagai konstipasi idiopatik
kronik (CIC), atau pengobatan opioid-induced constipation
/ OIC (narkotik). Juga dapat digunakan untuk
pengobatan kepada wanita yang mempunyai konstipasi dengan sindrom iritasi usus
besar atau irritable bowel syndrome with
constipation (IBS-C).
Lubiproston hanya boleh digunakan untuk dewasa. Tidak
dianjurkan untuk anak-anak karena menyebabkan postoperatif disfungsi usus
besar.
Lubiproston memiliki kontraindikasi pada pasien yang
mengalami diare kronis, gangguan usus besar, atau diare-predominant sindrom iritasi usus besar.
Efek samping yang paling sering terjadi dari pengggunaan lubiproston adalah
mual, sakit kepala dan diare.
Lubiproston tidak diperbolehkan untuk pasien
dengan disfungsi ginjal atau hati, pasien dengan diare kronis.
Lubiproston berpotensi menyebabkan
keguguran pada hewan uji (contohnya babi Guinea yang menerima 2-6 kali dosis
yang direkomendasikan); diklasifiksikan sebagai kategori kehamilan C.
DAFTAR
PUSTAKA
1. BE, Lacy, Chey WD. 2009. Lubiprostone: chronic
constipation and irritable bowel syndrome with constipation. Expert
Opin Pharmacother
2. Camilleri
M, Bharucha AE, Ueno R, Burton D, Thomforde GM, Baxter K, et al. 2006. Effect
of a selective chloride channel activator, lubiproston, on gastrointestinal
transit, gastric sensory, and motor functions in healthy volunteers. Am
J Physiol Gastrointest Liver Physiol
3. Cuppoletti
J, Malinowska DH, Tewari KP, Li QJ, Sherry AM, Patchen ML, et al. 200. SPI-0211
activates T84 cell chloride transport and recombinant human ClC-2 chloride
currents. Am J Physiol
Cell Physiol
4. JF, Johanson, Gargano MA,
Holland PC, Patchen ML, Ueno R. 2005. Multicenter open-label study of lubiprostone for the
treatment of chronic constipation. Hawaii: American College of
Gastroenterology 70th Annual Scientific Meeting
5. JF, Johanson, Gargano MA,
Holland PC, Patchen ML, Ueno R. 2005. Phase III study of lubiprostone, a chloride
channel-2 (ClC-2) activator for the treatment of constipation: safety and
primary efficacy. Hawaii: American College
of Gastroenterology 70th Annual Scientific Meeting
6. Lacy
BE, Levy LC. 2007. Lubiprostone: a chloride
channel activator. J Clin
Gastroenterol
7. Veith, Ilza. 1972. The Yellow Emperors Classic of Internal Medicine. California:
Univ. Of California Press
8. Velio
P, Bassotti G. 1996. Chronic
idiopathic constipation: pathophysiology and treatment. J
Clin Gastroenterol
Tidak ada komentar:
Posting Komentar